Halaman

Minggu, 21 Agustus 2011

Mari Kita Ber Sholawat

Allahumma sholi ala Syaidina Muhammadin Wa’ala ali Syaidina Muhammadin wa’ala Ahli Bait
Agar kita mengetahui dengan terang dan pasti apakah kedudukan “shalawat” adalah bagian daripada keimanan, perhatikanlah ayat-ayat Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an yang disebutkan di bawah ini :
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)
Sabda Rasulullah SAW : “Bershalawatlah kamu kepada-Ku, karena shalawatmu itu menjadi zakat penghening jiwa pembersih dosa) untukmu.” (H.R. Ibnu Murdaweh, Al-Jami’)
Dari firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW di atas menegaskan dengan setegas-tegasnya bahwa bershalawat untuk Nabi adalah salah satu bagian dari keimanan yang wajib disempurnakan oleh segala kaum Muslimin dengan sepenuh hatinya.
Abu Hurairah ra berkata : “Saya mendengar Nabi SAW bersabda : Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kubur dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada.” (H.R. An Nasaiy, Abu Dawud dan Ahmad serta dishahihkan oleh An Nawawi)
Hadits ini menyatakan bahwasanya Nabi menyuruh kita bershalawat untuknya serta menyatakan bahwa shalawat kita itu sampai kepadanya dimana saja kita berada. Selain dari itu Nabi melarang kita mengosongkan rumah kita dari shalawat dan zikir, sebagaimana Nabi melarang kita menjadikan kuburnya tempat berkumpul dan bersuka ria apabila kita menziarahinya, karena shalawat kita sampai kepadanya di mana saja kita membacanya.
Maka sudah terang bahwa shalawat adalah bagian dari agama yang merupakan ibadah, hendaklah kita para ummat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW sendiri, ditempat-tempat yang dikehendaki oleh syara’ dan di waktu-waktu yang perlu kita bershalawat, baik yang khusus maupun yang umum. Perintah ayat yang tersebut di atas, dikuatkan lagi oleh dua buah hadits yang telah kita sebutkan diatas, sesudah ayat itu.
Diterangkan oleh Abu Dzar Al Harawy, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Ada yang berkata pada malam Isra’ dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya’ban. Dan oleh karena itulah bulan Sya’ban dinamai dengan “Syahrush Shalati” karena dalam bulan itulah turunnya surah Al-Ahzab ayat 56.
Pengertian Shalawat

“Shalawat”, berarti “doa, memberi berkah, dan ibadah.”
Maka shalawat Allah kepada hamba-Nya dibagi dua : khusus dan umum.
Shalawat khusus, ialah shalawat Allah kepada Rasul-Nya, Nabi-nabi-Nya, istimewa shalawat-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Shalawat umum ialah shalawat Allah kepada hamba-Nya yang mu’min.
Sesudah itu haruslah diketahui arti perkataan “Shalawat Allah kepada Muhammad SAW”, Rasul-Nya yang penghabisan, ialah “memuji Muhammad, melahirkan keutamaan dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mendekatkan Muhammad itu kepada diri-Nya.”
Adapun pengertian kita “bershalawat kepada Nabi”, ialah : “Mengakui kerasulannya serta memohon kepada Allah semoga Allah memberikan keutamaan dan kemuliaannya.”
Maka setelah memperhatikan makna shalawat dan kewajiban kita bershalawat kepada Nabi, kita memperoleh pengertian bahwa kita berkewajiban untuk berusaha mengembangkan cita-cita Muhammad agar agama Islam tersebar merata ke segala pelosok alam.
Karena itu, kita tidak dipandang telah bershalawat dengan sepenuhnya sebelum kita disamping menyebut lafaz shalawat, melancarkan pula usaha-usaha pengembangan agama Islam. Tegasnya, di samping kita mengucapkan shalawat kita wajib untuk berusaha sekuat tenaga sesuai dengan kemampuan kita menyebarkan agama Islam di dunia ini.
Demikian juga pengertian shalawat malaikat kepada Nabi. Yakni, memohon kepada Allah supaya Allah mencurahkan perhatian-Nya kepada Nabi (kepada perkembangan agama), agar meratai alam semesta yang luas ini.
Berkata Al-Hulaimy dalam Asy-Syu’ab : “Makna shalawat kepada Nabi ialah membesarkannya. Karena itu, arti Allahumma shalli ‘ala Muhammadin, ialah Allahumma’adhim Muhammadan (Ya Tuhanku, besarkan dan muliakanlah kiranya akan Muhammad), dengan menambah berkembangnya agama yang dibawanya, dengan meninggalkan sebutannya, dengan mengekalkan syariatnya di dunia dan dengan menerima syafa’atnya terhadap ummatnya, serta memberikan washilah dan maqam mahmuda kepadanya di akhirat.
Tegasnya, pengertian “shallu ‘alaihi (bershawalatlah kepadanya),” ialah : “Ud’u rabbakum bish-shalati ‘alaihi (mohonlah kepada Tuhanmu supaya melimpahkan shalawat kepadanya).”

Fungsi Shalawat
Pengarang Syarah Dalaa’il menukil pernyataan yang diberikan oleh Qadhi ‘Iyadh di dalam kitab Asy-Syifa, mengatakan : “Maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk :
a. Bertabarruk (memohon keberkatan), sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Setiap perbutan penting yang tidak dimulai dengan menyeut nama Allah dan bershalawat kepadaku, niscaya perbuatan tersebut kurang sempurna.”
Tentang maksud hadits ini, sebagian ahli hadits meriwayatkan sebuah hadits dari salah seorang sahabat, Abu Saad ra, bahwa makna ayat tersebut adalah : “Tiadalah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula bersama-Ku.”
b. Memenuhi sebagian hak Rasulullah SAW, sebab beliau adalah perantara antara Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka, termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada Islam, adalah dengan perantaraan dan melalui Rasulullah SAW. Di dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Belumlah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.”
c. Memenuhi perintah Allah SWT yang dituangkan-Nya di dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Perbedaan Pendapat Penambahan Kata Sayyidina pada Shalawat
Al-Madju Al-Lughawiy menyebutkan di dalam kitab Al-Qaulul Badi’ sebagai berikut : “Kebanyakan orang mengucapkan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” sebelum nama Baginda Nabi SAW, seperti ‘Allahumma shalli ‘alaa Sayyidina Muhammad’.
“Dalam kaitan ini perlu dijelaskan, pembacaan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” itu tidak dilakukan di dalam shalat, karena mengikuti lafaz yang telah disebutkan dalam hadits-hadits yang sahih. Sedangkan di luar shalat, Rasulullah SAW mengingkari menyebut namanya dengan tambahan “sayyidina” itu. Hal ini mungkin karena dua sebab : pertama karena tawadhu (kerendahan hati) beliau, dan kedua karena beliau tidak mau dipuji atau disanjung secara langsung, atau karena sebab-sebab yang lain. Padahal, Nabi SAW sendiri telah menyatakan di dalam salah satu haditsnya, yang artinya : ‘Aku adalah sayyid (penghulu) manusia.’ Dan sabdanya tentang Hasan, cucunya : ‘Sesungguhnya puteraku ini adalah sayyid’. Dan sabda baginda untuk Saad bin Mu’az ra : ‘Berdirilah untuk Sayyid kalian !’
“Hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas tentang kebolehan hal tersebut, sedangkan mengenai larangan atas hal itu justru masih memerlukan dalil.”
Dan Asnawi di dalam kitab Al-Muhimmaat mengemukakan ucapan Syeikh Izzud-din bin Abdus-salam, ia berkata : “Pada prinsipnya pembacaan shalawat di dalam tasyahhud itu hendaklah ditambah dengan lafaz “sayyidina”, demi mengikuti adab dan menjalankan perintah. Atas yang pertama hukumnya mustahab (sunnah).
Rasulullah SAW bersabda : “Katakanlah oleh kalian : Allahumma shalli ‘alaa Muhammad.”
Dan sahabat Ibnu Mas’ud mengemukakan sebuah hadits yang bunyinya : “Perbaguslah shalawat kepada Nabimu.”
Imam Ramli dan Imam Ibnu Hajar sepakat, bahwa penambahan lafaz “sayyidina” dalam shalawat atas Nabi SAW, baik dalam shalat maupun di luar shalat, hukumnya sunnah.
Dan ketika Imam Suyuthi ditanya orang tentang hadits yang artinya : “Janganlah kamu men-sayyid-kanaku dalam shalat !”, beliau menjawab : “Sebenarnya Rasulullah tidak menambahkan kata ‘sayyidina’ ketika mengajarkan shalawat kepada para sahabatnya, disebabkan oleh ketidaksukaan beliau pada kemegahan. Karena itulah dalam salah satu hadits, beliau mengatakan : ‘Aku adalah sayyid (penghulu) manusia, dan tidak angkuh.’
“Tetapi kita, sebagai ummatnya, wajib menghormati dan mengagungkan beliau. Hal itu telah diajarkan Allah kepada kita dalam firman-Nya, yang melarang kita menyebut Rasulullah SAW dengan nama saja, yakni :
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (Q.S. An-Nuur: 63)
Tapi Menurut Pendapat Saya Penambahan Kata Sayyidina, bagi saya sebagai Umah Beliau intinya Penghormatan Kepada Beliau Junjungan Saya Sayyidina Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.

Sebab Pahala Shalawat berlipat ganda
Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’-nya menga-takan: “Sesungguhnya berlipatgandanya pahala shalawat atas Nabi SAW itu adalah karena shalawat itu bukan hanya mengandung satu kebaikan saja, melainkan mengandung banyak kebaikan, sebab di dalamnya tercakup :
a.      Pembaharuan iman kepada Allah.
b.      Pembaharuan iman kepada Rasul.
c.      PengAgungan terhadap Rasul.
d.      Dengan inayah Allah, memohon kemuliaan baginya.
e.      Pembaharuan iman kepada Hari Akhir dan berbagai kemuliaan.
f.       Dzikrullah.
g.      Menyebut orang-orang yang saleh.
h.      Menampakkah kasih sayang kepada mereka.
i.        Bersungguh-sungguh dan tadharru’ dalam berdoa.
j.        Pengakuan bahwa seluruh urusan itu berada dalam kekuasaan Allah.
Inilah sepuluh kebaikan selain dari kebaikan yang disebutkan dalam syariat, bahwa setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh ganjaran, sedang satu kejahatan hanya dibalas dengan satu balasan saja.”
Diantara karunia Allah yang diberikan-Nya kepada Nabi-Nya itu adalah menggabungkan dzikir kepada-Nya, dengan dzikir kepada Nabi-Nya di dalam dua kalimat syahadat. Dan menjadikan ketaatan kepada Nabi sebagai ketaatan kepada-Nya, kecintaan kepada Nabi sebagai kecintaan kepada-Nya, juga mengaitkan pahala shalawat atas Nabi dengan pahala zikrullah Ta’ala, seperti firman Allah :
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…..“ (Q.S. Al-Baqarah: 152)
Dan di dalam salah satu hadits qudsi disebutkan : “Jika hamba-Ku menyebut-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun akan menyebutnya di dalam diri-Ku, dan jika ia menyebut-Ku di khalayak ramai, maka Aku pun akan menyebutnya di khalayak yang lebih baik dari khlayaknya.”
Begitu juga yang dilakukan Allah dalam hak Nabi kita SAW, yaitu membalas satu shalawat seorang hamba dengan sepuluh shalawat, dan satu salam dengan sepuluh salam.



Keutamaan Shalawat
Untuk mengetahui keutamaan apakah yang akan diperoleh orang-orang yang bershalawat kita perhatikan beberapa hadits di bawah ini :
a.  Barangsiapa bershalawat untukku sekali, maka Allah bershalawat untuknya sepuluh kali.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah)
b. “Bahwasanya bagi Allah Tuhan semesta alam ada beberapa malaikat yang diperintah berjalan di muka bumi untuk memperhatikan keadaan hamba-Nya. Mereka menyampaikan kepadaku akan segala salam yang diucapkan oleh ummatku.” (H.R. Ahmad, An Nasaiy dan Ad Darimy Syarah Al Hishn)
c. “Barangsiapa bershalawat untukku di pagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali, ia akan mendapatkan syafa’atku pada hari qiamat.” (H.R. At Thabrany Al Jami’)
d. “Manusia yang paling utama terhadap diriku pada hari qiamat, ialah manusia yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (H.R. At. Thurmudzy)
Apabila kita kumpulkan beberapa hadits yang menerangkan faedah-faedah shalawat dan kita perhatikan satu persatu, tersimpullah bahwa faedah bershalawat itu diantaranya :
  1. Satu kali shalawat, Allah akan membalas dengan 10 kali shalawat untuknya.
  2. Satu kali shalawat, Allah akan mengangkatnya dengan 10 derajat.
  3. Malaikat juga akan turut membaca shalawat ke atas orang yang membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.
  4. Doa yang disertai dengan shalawat akan diperkenankan oleh Allah SWT tetapi doa yang tidak disertai dengan shalawat ianya akan tergantung di antara langit dan bumi.
  5. Akan mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah SAW di hari qiamat nanti.
  6. Akan mendapat syafa’at dari Rasulullah SAW di hari qiamat nanti.
  7. Allah akan memberikan karunia dan rahmat-Nya yang berlimpah-limpah kepada mereka yang bershalawat untuk Nabi SAW.
  8. Dapat membersihkan hati, jiwa dan ruh kotor yang berselaput di dalam dada.
  9. Dapat membuktikan kecintaan dan kasih sayang kita terhadap Rasulullah.
  10. Mewariskan kecintaan Rasulullah terhadap umatnya.
  11. Akan terselamat dan terpelihara dari segala apa yang mendukacitakan dari hal keduniaan maupun akhirat.
  12. Dengan membawa shalawat akan dapat mengingatkan kembali apa-apa yang telah kita lupa.
  13. Akan mendapat nur yang bersinar-sinar di hati bila kita bershalawat 100 kali dengan bersungguh-sungguh.
  14. Mendapat ganjaran pahala seperti memerdekakan seorang hamba bila kita bershalawat sebanyak 10 kali.
  15. Allah akan meluaskan dan melapangkan rezekinya dari sumber-sumber yang tidak diketahui.
  16. Allah akan memberatkan timbangan di hari qiamat nanti.
  17. Mendapat keberkatan dari Allah bagi dirinya dan juga untuk keluarganya.
  18. Mendapat kasih sayang dari hati-hati orang mu’min terhadapnya.
  19. Akan mendapatkan dirinya berada di Telaga Haudh (Telaga Rasulullah SAW) serta dapat pula meminumnya di hari qiamat nanti.
  20. Dapat melepaskan diri seseorang itu dari tergelincir semasa melalui sirat dan ia dengan selamat menuju ke surga.

Waktu Yang Baik Untuk Shalawat
Shalawat atas Nabi SAW itu disunnahkan untuk dibaca pada waktu-waktu yang telah dikemukakan oleh hadits-hadits, seperti :
1)     Sesudah menjawab adzan.
2)     Pada permulaan membaca doa, pertengahannya dan penutupnya.
3)     Pada akhir pembacaan doa qunut.
4)     Pada pertengahan takbir ‘ied.
5)     Ketika masuk dan keluar masjid.
6)     Ketika bertemu dan berpisah.
7)     Ketika berlayar dan datang dari pelayaran.
8)     Ketika bangun untuk melakukan shalat malam.
9)     Ketika selesai mengerjakan shalat.
10) Ketika selesai membaca Al-Qur’an.
11) Ketika mengalami kecemasan dan kesedihan.
12) Ketika membaca hadits, menyampaikan ilmu dan zikir.
13) Dan ketika lupa akan sesuatu
14) Ketika mencium hajar aswad di dalam thawaf.
15) Ketika membaca talbiyah.
16) Ketika telinga berdengung.
17) Sehabis wudhu.
18) Dan ketika menyembelih dan bersin.
Namun ada pula hadits yang melarang membacanya di dua waktu terakhir ini.
Selain itu, waktu-waktu yang khusus untuk dibacakan shalawat padanya berdasarkan nash adalah hari Jum’at dan malam Jum’at, sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Perbanyaklah membaca shalawat pada malam Jum’at dan siang Jum’at, sebab pada ketika itu shalawat kamu diperlihatkan kepadaku.” (H.R. Al-Thabrany dari Abu Hurairah ra.)
Dan diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz ra, bahwa ia menulis : “Sebarkanlah ilmu pada hari Jum’at, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Dan perbanyaklah oleh kalian membaca shalawat atas Nabi SAW pada hari Jum’at.”
Dan Imam Syafi’i ra berkata  : “Aku suka membanyakkan membaca shalawat dalam setiap keadaan, pada malam dan siang Jum’at lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.”

PENOLAK RAKIT DAN WALI


Diceritakan oleh sebahagian orang salih:

Pekerjaanku adalah sebagai penolak rakit di sungai, yakni aku memindahkan penumpang dari satu tebing sungai ke tebingnya yang lain. Hal itu sudah ku lakukan sejak bertahun-tahun lamanya. Pada suatu hari, datanglah seorang lelaki tua yang sangat bersinar-sinar wajahnya, ia mendekatiku lalu memberi salam. Aku pun membalas salamnya dengan baik.

"Tuan!" berkata orang tua itu kepadaku. "Bolehkah tuan menyeberangkanku ke tebing sebelah sana secara ikhlas lillahi ta'ala?"

"Boleh," jawabku. "Aku boleh membawamu ke sana dengan ikhlas, tanpa bayaran!" Lelaki tua itu pun menaiki rakitku dan aku pun menjalankan rakit itu menuju ke tebing yang sebelah. Saat tiba di tebing sana, orang itu berkata lagi:

"Tuan, aku akan memberikan sesuatu kepada tuan, bolehkah tuan menjaganya?"

"Apakah itu?" tanyaku kepadanya. "Hanya suatu bungkusan dan sebilah tongkat. Apabila datang hari besok hampir waktu Zohor, tuan akan menemukan diriku mati di bawah pohon itu," dia berkata begitu sambil menunjukkan pohon yang dimaksudkan. Kemudian dia menyambung pesanannya lagi:

"Maka mandikan dan bungkuslah aku dengan kain yang ada di bawah kepalaku, kemudian sholatkanlah aku dan kebumikan aku di bawah pohon itu. Setelah itu ambillah bungkusan ini serta tongkatnya lalu simpanlah dia baik-baik. Sewaktu-waktu kalau ada orang yang memintanya berikanlah kepadanya!" pesannya dengan sungguh-sungguh.

"Itu saja pesananmu?!" tanyaku lagi, Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah," kataku dengan penuh kchairanan. Malam itu aku tak dapat tidur kerana terus memikirkan keadaan orang itu. Betulkah dia akan mati, seperti yang dia katakan? Kalau tidak, buat apa aku memikul bebanan amanat ini! Apabila menjelang pagi, aku segera pergi ke tempat rakitku untuk bekerja, sambil menunggu waktu yang ditetapkannya itu.

Apablia menjelang waktu Zohor, aku pun duduk termangu-mangu dan hatiku berdebar-debar. Tiba-tiba aku terlena dan terus tertidur, dan baru bangun ketika waktu menjelang Asar. Aku teringat akan janjiku kepada lelaki tua itu, dan aku cepat-cepat menuju ke bawah pohon yang ditunjukkan kepadaku semalam. Ternyata benar lelaki itu telah meninggal dunia di sana, dan wajahnya semakin bersinar-sinar.

"Inna Lillaahi Wa Innaa llaihi Raji'uun!" lisanku mengucap. Aku pun segera menyelenggarakan mayatnya, memandikannya lalu membungkusnya dengan kain yang diletakkan di bawah kepalanya yang baunya sangat harum sekali. Kemudian mensholatinya dan menggali kubur di bawah pohon. Ternyata di sana telah terdapat kuburan yang dibuat dari batu yang sangat halus sekali buatannya. Aku masukkan jasad itu ke dalamnya, lalu menimbuni kubur itu dengan tanah, dan aku ambil bungkusan serta tongkat titipannya dan menyimpannya di rumah.

Hari itu, aku terpaksa bekerja sampai pagi untuk menggantikan masa aku gunakan untuk menyelenggarakan pengebumian mayat lelaki tua tadi. Apabila menjelang fajar, datanglah seorang pemuda kepadaku seraya memandangku dengan pandangan yang tajam sekali. Setelah aku mengamat-amatinya, aku mengenalinya. la adalah seorang pemuda yang biasa bermain sandiwara, dan biasa menyanyi dan menari. la memakai baju yang tipis, sementara jari-jarinya penuh dengan pacar. Pemuda itu mendekatiku seraya memberi salam. Aku membalas salamnya. la bertanya:

"Benarkah tuan ini fulan bin fulan?" aku hairan bagaimana dia tahu namaku.

"Betul", jawabku. "Jika demikian, di manakah amanat itu?"

"Amanat apa?" tanyaku kembali.

"Sebuah bungkusan dan sebilah tongkat," pemuda itu memberitahuku.

"Siapakah yang memberitahukan hal itu kepadamu?"

"Aku sendiri tak mengerti," jawabnya, "tapi tadi malam aku sedang di rumah teman untuk meraikan pesta perkahwinan. Aku menari-nari serta menyanyi sampai jauh malam dan aku pun tidur di sana. Tiba-tiba datang seorang yang tak ku kenal membangunkanku seraya berkata:

"Wahai pemuda, bangunlah! Ketahuilah bahawa Allah s.w.t. telah mematikan seorang walinya, dan menjadikan dirimu sebagai gantinya. Nah pergilah sekarang juga dan temui fulan bin fulan yang bekerja sebagai penolak rakit, dan ketahuilah bahawa sesungguhnya wali Allah yang mati itu meninggalkan amanah untukmu, iaitu berupa sebuah bungkusan dan sebilah tongkat."

Aku benar-benar kehairanan mendengar penuturan pemuda itu, dan aku pun menyerahkan kedua amanah itu kepadanya. la menerimanya lalu menanggalkan pakaiannya yang di atas badan, kemudian mandi dan berwudhuk, lalu membuka bungkusan itu yang ternyata di dalamnya ada sepasang pakaian, lalu memakainya, dan memegang tongkat. Kemudian dia datang kepadaku seraya berkata:

"Terima kasih kerana kau sanggup menjaga amanat ini, semoga Tuhan saja yang membalasmu!"

Kemudian pemuda itu pergi meninggalkanku. Ke mana dia pergi, aku pun tidak tahu. Di sepanjang-panjang hari itu, aku terus memikirkan tentang pemuda itu, dan bagaimana dia dengan kehidupannya yang lalai dan sia-sia boleh menerima amanat wali yang mati itu. Bila aku merasa penat, aku pun tidur. Dalam tidurku itu aku mendengar suatu suara yang mengatakan:

"Wahai hamba Allah! Apakah engkau keberatan jika Allah berkenan melimpahkan kurnianya kepada hambanya yang selalu membuat derhaka kepadaNya? Ketahuilah, bahawa Allah berhak sepenuhnya untuk memberikan kelebihannya kepada sesiapa pun, takdirnya adalah menurut iradatnya!"

Pada masa itulah, aku terkejut dari tidurku, lalu bangun menangis sejadi-jadinya. Dalam menangis itu aku bermohon: "Ya Allah! Berilah hambamu ini rahmat dan belas-kasihmu! Berilah pertolongan untuk berbakti kepadamu, bersyukur atas segala nikmatmu, dan bersabar atas segala cubaanmu! Amin"
by Bondan kejawan

Pengorbanan Suci


Seorang pemuda sedang dalam satu perjalanan yang jauh, berasa amat letih. Dia pun berhenti berehat di satu kawasan perkampungan dan melepaskan kudanya mencari makan di situ. Oleh kerana keletihan, pemuda itu tertidur di bawah pokok. Kudanya yang kelaparan merayau di satu kawasan ladang dan meragut tanaman di situ. Tidak berapa lama kemudian, sang petani yang memiliki ladang itu pun balik. Melihatkan habis tanamannya musnah, petani itu hilang kesabaran lalu membunuh kuda yang memakan tamannya.

Apabila terjaga dari tidur, pemuda itu mencari kudanya. Puas dia mencari tidak juga berjumpa. Akhirnya dia ternampak bangkai kudanya di sebuah ladang. Melihat keadaan itu, dia menjadi marah dan mencari pembunuh kudanya. Dia terus meluru ke sebuah rumah berhampiran.

Sebaik saja menjumpai tuan rumah, dia terus menghamun dan berlakulah pergaduhan dan akhirnya petani itu terbunuh. Peristiwa itu diketahui orang ramai. Pemuda itu dibawa berjumpa khalifah untuk diadilkan. Mengikut hukum qisas, bunuh dibalas dengan bunuh. Khalifah memerintahkan supaya dia dipenjarakan sehari semalam sebelum dia dipancung pada jam 5:00 keesokan petangnya. Pemuda itu merayu supaya dia dibenarkan balik dahulu berjumpa ibunya untuk menyelesaikan satu perkara yang amat mustahak.

Khalifah tidak meluluskan rayuan pemuda itu. Namun pemuda itu tidak berputus asa dan terus merayu sambil menyatakan dia mempunyai tanggungjawab yang mesti diselesaikan sebelum dia dihukum bunuh. Dia berjanji akan balik segera sebaik saja urusannya selesai. Khalifah meminta pandangan waris si mati. Anak petani itu tidak mengizinkan pemuda itu pergi kerana bimbang dia tidak akan datang lagi untuk menerima hukuman mati.

Berkali-kali pemuda itu merayu dan bersumpah akan datang semula, namun tiada seorangpun menunjukkan tanda simpati. Akhirnya tampil seorang tua menuju mengadap khalifah menyatakan kesanggupan untuk menjadi tebusan bagi membolehkan pemuda itu balik ke rumah. Orang tua itu tidak lain tidak bukan ialah Abu Zar, seorang sahabat Nabi yang banyak merawikan Hadith. Melihat apa yang berlaku, semua hadirin tercengang dan sebahagian besar memarahi Abu Zar kerana tindakannya yang membahayakan diri sendiri. Abu Zar berjanji untuk menjadi tebusan dan membenarkan pemuda itu pulang menyelesaikan masalahnya. Melihat kejadian ini, pemuda itu menjadi tenang dan mengikat janji bahawa dia akan pulang semula untuk pancung sebaik sahaja urusannya selesai. Abu Zar faham kegagalan pemuda itu menunaikan janji akan mengakibatkan nyawanya tergadai.

Ketika ditanya Khalifah bagaimana dia sanggup meletakkan dirinya dalam keadaan membahayakan, Abu Zar menerangkan demi keluhuran Islam, dia sangat malu melihat tiada siapapun sanggup menghulurkan bantuan ketika pemuda asing itu dalam kesusahan yang amat sangat. Pemuda itu dibenarkan pulang ke rumah sementara Abu Zar pula dikurung di penjara. Pada keesokan petangnya, penuh sesak manusia menuju ke istana khalifah untuk menyaksikan episod yang mencemaskan. Ramai menganggap Abu Zar akan dibunuh kerana kemungkinan besar pemuda itu tidak akan datang menyerahkan lehernya untuk dipancung. Saat yang mendebarkan berlaku apabila beberapa minit lagi jam lima petang, pemuda itu masih belum tiba. Abu Zar dikeluarkan dari kurungan. Kegagalan pemuda itu menghadirkan diri akan menyebabkan Abu Zar menjadi mangsa.

Di saat terakhir, orangramai melihat kelibat seorang lelaki menunggang seekor kuda dengan amat kencang sekali. Ketika itu riak cemas orangramai bertukar menjadi reda. Tepat sekali bagaimana dijanjikan pemuda itu sampai genap jam lima petang. Pemuda itu lantas turun di hadapan Khalifah seraya meminta maaf kerana 'terlambat' menyebabkan suasana tegang dan cemas. Pemuda itu menerangkan sepatutnya dia sampai lebih awal, tetapi terlewat disebabkan tali kudanya putus di tengah perjalanan. Dia menerangkan urusan yang dikatakannya amat penting dulu ialah kerana terpaksa menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai penjaga harta anak-anak yatim dan menyerahkan tugas itu kepada ibunya. Pemuda itu berjumpa Abu Zar untuk mengucapkan terimakasih di atas kesanggupannya menjadikan dirinya sebagai tebusan. Selepas itu dia segera ke tempat dilakukan hukuman pancung. Ketika pengawal hendak menghayun pedangnya, tiba-tiba anak petani dengan suara yang kuat meminta hukuman dibatalkan. Dengan rela hati dia memaafkan kesalahan pemuda itu. Mendengar kata-kata anak petani itu, pemuda itu amat lega dan terus sujud tanda syukur kepada Allah.
by Goesq

Adab -adab Berdoa

Berdo’a itu mempunyai adab dan tata tertib yang harus diperhatikan oleh orang yang akan melaksanakannya. Diantara adab dan tata tertib berdo’a adalah sebagai berikut :
a. Mencari yang halal ( memakan dan menggunakan barang yang halal dan menjauhi yang haram )
Diriwayatkan oleh Hafizh bin Mardawaih dari Ibnu Abbas ra, katanya : “Saya membaca ayat di hadapan Nabi SAW yang artinya : “Hai manusia makanlah barang-barang halal lagi baik yang terdapat dimuka bumi”.
Tiba-tiba  berdirilah Sa’ad Abi Waqqash, lalu katanya : “Ya Rasulullah! Tolong anda do’akan kepada Allah, agar saya dijadikan orang yang selalu dikabulkan do’anya”.
Ujar Nabi : “Hai Sa’ad! Jagalah soal makananmu, tentu engkau akan menjadi orang yang terkabul do’anya! Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada dalam genggamannya! Jika seorang laki-laki memasukkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima do’anya selama empat puluh hari. Dan siapa juga hamba yang dagingnya tumbuh dari makanan haram atau riba, maka neraka lebih layak untuk melayaninya!”
Dan dalam musnad Imam Ahmad dari Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Hai manusia! Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tak hendak menerima kecuali yang baik. Dan Allah telah menitahkan kaum Mukminin melakukan apa-apa yang telah dititahkan-Nya kepada para Mursalin, firman-Nya :
”Hai para Rasul ! Makanlah olehmu makanan
yang baik, dan beramal solehlah! Sesungguh, terhadap apa juga yang kamu lakukan, Aku Maha Mengetahui !”.(Q.S. Al-Mukminin : 51)

Dan firman-Nya lagi :
“Hai orang-orang yang beriman ! Makanlah mana-mana rezeki yang baik yang telah Kami berikan padamu !”. (Q.S. Al-Baqarah : 172)
Kemudian disebutnya perihal seorang laki-laki yang telah berkelana jauh, dengan rambutnya yang kusut masai dan pakaian penuh debu, sedang makanannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan dibesarkan dengan barang haram. Walaupun ia menadahkan tangannya kelangit sambil berdo’a : “Yaa Tuhan, Yaa Tuhan….! Bagaimanakah Tuhan akan dapat mengabul kan do’anya itu !”.
b. Menghadap kiblat:
Rasulullah SAW. pergi keluar buat shalat istisqa’  (shalat minta hujan), maka beliau berdo’a dan memohon kepada Allah supaya turun hujan sambil mengadap ke kiblat.
c. Memperhatikan saat-saat yang tepat dan utama
Seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga terakhir di malam hari, waktu sahur, ketika sedang sujud, ketika turun hujan, antara adzan dan qomat, selesai habis sholat fardhu, saat mulai pertempuran, ketika dalam ketakutan atau sedang beriba hati, dan lain-lain.
  1. Diterima dari Abu Umamah ra. : “Seseorang bertanya : “Ya Rasulullah, do’a manakah yang lebih didengar Allah?”
    Ujar Nabi : “Do’a ditengah-tengah akhir malam, dan selesai shalat – shalat fardhu”. (Riwayat Turmudzi dengan sanad yang sah).
  2. Dan diterima dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Jarak yang paling dekat diantara hamba dengan Tuhannya ialah ketika ia sedang sujud. Maka perbanyaklah do’a ketika itu, karena besar kemungkinan akan dikabulkan”. (Hadits Riwayat Muslim).
d.   Mengangkat kedua tangan setentang kedua bahu:
Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Jika kamu meminta hendaklah dengan mengangkat kedua tangamu setentang kedua bahumu atau kira-kira sententangnya, dan jika istighfar ialah dengan menunjuk dengan sebuah jari, dan jika berdo’a dengan melepas jari-jemari tangan.”
Dan diriwayatkan dari Malik bin Yasar ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
Jika kamu meminta kepada Allah, maka mintalah dengan bagian dalam telapak tanganmu, jangan dengan punggungnya” Sedang dari Salman ra, sabda Nabi SAW. : “Sesungguhnya Tuhanmu Yang Maha Berkah dan Maha Tinggi adalah Maha Hidup lagi Maha Murah, ia merasa malu terhadap hamba Nya jika ia menadahkan tangan kepada Nya, akan menolaknya dengan tangan hampa.”
e. Memulainya dengan memuji Allah, memuliakan dan menyanjung Nya, serta bershalawat kepada Nabi SAW.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai, juga oleh Turmudzi yang menyatakan sahnya, dari Fudhalah bin ‘Ubeid ra, :
“Bahwa Rasulullah SAW. mendengar seorang laki-laki berdo’a selesai shalatnya, tanpa membesarkan Allah dan mengucapkan shalawat Nabi, maka sabdanya : “Orang ini terlalu tergesa-gesa”.
Kemudian dipanggilnya orang itu, dan ia (Rasulullah SAW) berkata kepadanya, juga kepada orang-orang lain: “Jika salah seorang diantaramu berdo’a, hendaklah dimulainya dengan membesarkan Tuhannya yang Maha Agung dan Maha Mulia itu serta menyanjung-Nya, lalu mengucapkan shalawat atas Nabi SAW., serta setelah itu barulah ia berdo’a meminta apa yang diingininya”.
f. Memusatkan perhatian, menyatakan kerendahan diri dan ketergantungan kepada Allah Yang Maha Mulia, serta menyederhanakan tinggi suara, antara bisik-bisik dan jahar
Firman Allah Ta’ala :
“Dan janganlah kamu keraskan suaramu waktu berdo’a, jangan pula berbisik-bisik dengan suara halus, tetapi tempuhlah jalan tengah antara kedua itu “. (Q.S. Al-Isra’: 110)

Dan Firman-Nya pula,
”Bermohonlah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan tidak mengeraskan suara ! Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melewati batas“.(Q.S.Al-A’raf : 55)

Berkata Ibnu Jureir : “Tadharru’ maksudnya ialah merendahkan diri dan pasrah menta’ati-Nya. Sedang “khufyah” ialah dengan hati yang khusyu’ dan keyakinan yang teguh mengenai ke-Esaan dan  ke-Tuhanan-Nya dalam hubungan antaramu dengan Nya, jadi bukan dengan suara keras karena riya’.
Selanjutnya dijelaskan dalam sebuah hadits yang diterima dari Abu Musa Asy’ari bahwa ketika Nabi SAW. mendengar orang-orang mendo’a dengan suara keras, beliaupun bersabda :
“ Hai manusia! Berdo’alah dengan suara perlahan, karena kamu tidaklah menyeru orang yang tuli ataupun berada di tempat yang kamu seru itu ialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan tempat kamu bermohon itu lebih dekat lagi kepada salah seorangmu dari leher kendaraanya ! Hai Abdullah bin Qeis ! Maukah kamu kutunjuki sebuah kalimat yang merupakan salah satu perbendaharaan surga ? yaitu : “Laa haula walaa quwwata illaabillaah”.
Dan diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Hati itu merupakan gudang-gudang simpanan. Dan sebagiannya lebih tahan lagi simpanannya (ingatannya) dari yang lain. Maka jika kamu hai manusia memohon kepada Allah, maka mohonlah dengan hati yang penuh keyakinan akan dikabulkan-Nya. Karena  Allah tidak akan mengabulkan do’a dari seorang hamba yang hatinya kosong dari ingatan dan perhatian.”
Waktu-waktu Mustajab Untuk Berdoa
Berkata Ibnu ‘Atha’ : “Do’a itu mempunyai beberapa rukun (sendi) yang menyebabkan teguh dan kuat berdirinya, mempunyai beberapa sayap yang menyebabkan ia naik ke langit tinggi, mempunyai beberapa sebab yang menyebabkan diterimanya. Maka jika do’a-do’a itu dilekatkan di atas rukun-rukun (sendi-sendinya), niscaya kokoh dan teguhlah berdirinya. Jika ia mempunyai sayap, maka terbanglah ia ke langit menuju tujuannya dan jika ada sebabnya, maka diterimalah dia.”
Menurut Ibnu ‘Atha’, rukun-rukun do’a itu, ialah : kehadiran hati bila berdo’a, serta utnduk menghinakan diri kepada Allah.
Sayap-sayapnya, ialah : berdo’a dengan sepenuh kemauan dan keikhlasan yang timbul dari lubuk jiwa dan bertepatan dengan waktunya. Sebab ia diterima, ialah : bershalawat kepada Nabi sebelum berdo’a.
Waktu dan tempat secara khusus yang dianjurkan untuk berdo’a, ialah :
a. Ketika turun hujan.
b. Ketika akan memulai sholat dan sesudahnya.
c. Ketika menghadapi barisan musuh dalam medan peperangan.
d. Di tengah malam.
e. Diantara adzan dan iqamat
f. Ketika i’tidal yang akhir dalam sholat
g. Ketika sujud dalam shoalat
h. Ketika khatam (tammat) membaca Al-Qur’an 30 juz
i. Sepanjang malam, utama sekali sepertiga yang akhir dan waktu sahur.
j. Sepanjang hari Jum’at, karena mengharap bersua dengan saat ijabah (saat diperkenankan do’a) yang terletak antara terbit fajar hingga terbenam matahari pada hari jum’at itu.
k. Antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Ashar dengan Maghrib.
Bersabda Rasulullah SAW. :
a. “Tuhan kita turun ke langit dunia, ketika malam telah tinggal sepertiga yang akhir. Maka berkatalah Tuhan : Siapa-siapa mendo’a kepada Ku, maka Aku perkenankan do’anya. Siapa yang minta ampun kepada Ku, maka Aku ampuni dia” .(H.R. Bukhari dan Muslim)
b. “Pada waktu malam, sesungguhnya ada suatu saat, dimana jika seseorang Muslim memohon kepada Allah sesuatu kebajikan dunia dan akhirat ketika itu, niscaya Allah mengabulkannya.” (H.R. Muslim)
c. Berdo’alah di saat do’a itu diperkenankan Tuhan, Yaitu : disaat berjumpa pasukan-pasukan tentara (bertempur), ketika hendak mendirikan sembahyang dan ketika turun hujan”.(H.R. Asy-Syafi’ie)
d. Tiada ditolak sesuatu do’a yang dimohonkan antara adzan dan iqamat”.(H.R.Turmudzi)
Orang-Orang Yang Doa nya tidak Ditolak
a. Orang – Orang yang tidak ditolak do’anya
Didalam beberapa hadits diterangkan secara konkrit tentang orang-orang yang dikabulkan Allah do’anya (yang tidak tertolak do’anya) diantaranya :
  1. Ibu Bapak untuk kebaikan dan keselamatan anak-anaknya, lebih-lebih ibu. Sering kali seorang ibu melontarkan kata-kata yang bernada do’a, mendo’akan kecelakaan buat anak-anak sehingga sangat besar akibatnya bagi anak.
  2. Orang yang sedang berpuasa diwaktu akan berbuka.
  3. Kepala negara (Pemimpin) yang adil, didasarkan kepada pengorbanan untuk kebahagian dan kemakmuran rakyatnya.
  4. Orang yang teraniaya (madhlum) dalam segala bentuk kedhaliman (kesewenang-wenangan) dan perkosaan.
  5. Musafir dengan niat dan tujuan yang baik, atau orang yang berdo’a dari jauh mendo’akan seseorang.
  6. Anak shaleh yang mendo’akan kedua orang tuanya yang telah meninggal.
b. Cara Allah mengabulkan Do’a
Do’a itu kadang-kadang dikabulkan oleh Allah dengan memberikan apa yang kita mohonkan kepadaNya, dan kadang-kadang dengan menolak suatu bencana yang bakal menimpa kita, atau ditunda pemberiannya hingga diakhirat, itu semua menurut kehendak dan kebijaksanaan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada hamba-Nya.
Bersabda Rasulullah SAW. : “Tidak ada seseorang Muslim di muka bumi ini yang mendo’a memohonkan sesuatu kepada Allah, melainkan Allah mengabulkannya sebagaimana yang dimohonkannya, atau dipalingkan Allah daripadanya sesuatu kecelakaan selama ia tidak mendo’akan sesuatu yang mengandung dosa atau memutuskan silaturrahmi. Maka berkata seseorang ; Kalau begitu baiklah kami memperbanyak do’a. Jawab Nabi : Allah menerima do’a hamba Nya lebih banyak lagi. (H.R. Turmudzi).
Namun yang perlu kita sadari bahwa salah satu yang dapat membinasakan keampuhan do’a hingga akhirnya tidak terkabulkan adalah jika seorang hamba minta cepat-cepat diperkenankan dan menganggap lambat dikabulkannya dengan berkeluh kesah, hingga akhirnya ia tidak berdo’a. Orang seperti ini adalah bagai orang menyemaikan benih atau menanamnya. Setiap saat ia rawat dan siram, lalu karena ia tidak sabar menunggu tumbuh dengan sempurna, ia tinggalkan dan tidak diperlukannya lagi.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Salah seorang dari kamu akan dikabulkan do’anya selama ia tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata : “Aku sudah berdo’a akan tetapi tidak dikabulkan”.
Dan Dalam Shahih Muslim, juga dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Allah senantiasa memperkenankan do’a seorang hamba selama do’a tersebut tidak mengandung dosa atau memutusukan silaturrahim, dan selama tidak minta cepat-cepat diperkenankan”. Lalu, beliau ditanya orang, “apa maksud minta cepat-cepat ?” Jawab beliau, “Umpamanya seorang berkata dalam do’anya, “Aku telah berdo’a, aku telah berdo’a, tetapi aku belum melihat do’aku diperkenankan, lalu ia putus asa dan berhenti berdo’a”.
Dan dalam Musnad Ahmad disebutkan sebuah hadits diriwayatkan Anas dari Rasulullah SAW. bahwa beliau bersabda : “Senantiasa seorang hamba berada dalam kebaikan selama ia tidak minta cepat-cepat”. para sahbat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana minta cepat-cepat itu?” Jawab beliau : “Yaitu dengan mengatakan “Aku telah berdo’a kepada Tuhanku, tetapi Dia tidak (belum) juga mengabulkan do’aku”.
Doa Dan Ikhtiar
Orang yang berdoa, adalah orang yang memohon sesuatu yang ia hajati serta berhasrat benar untuk memperolehnya. Sesuatu yang dihajati itu adakalanya merupakan hal-hal yang mustahil terjadi dan adakalanya pula berupa hal-hal yang mungkin terjadi.
Hal-hal yang mustahil terjadi, sudah barang tentu tidak boleh kita mohonkan, karena tidak akan diterima dan tidak akan terwujud . Adapun hal-hal yang mungkin terjadi, maka ia mempunyai sebab dan illat akan terjadinya. Akan tetapi dengan tidak berusaha mewujudkan sebab-sebab dan illat-illat itu, samalah halnya dengan seseorang yang hendak sampai ke suatu tujuan, tetapi tidak berusaha melangkahkan kakinya melalui jalan yang harus dilaluinya.
Dengan demikian, semakin  jelaslah bagi kita, bahwa berdoa itu, ialah : “Memohon kepada Allah semoga Ia menyampaikan maksud kita, seraya kita melaksanakan dan mengusahakan dengan segenap tenaga yang ada, akan sebab-sebab terjadinya sesuatu yang kita hajatkan (doakan) itu.”
Doa yang seperti itu, ialah kepercayaan yang sangat teguh, serta harapan yang sangat dalam, bahwa Allah akan menjauhkan segala halangan-halangan yang akan menghalangi tercapainya maksud kita dan hanya Allah yang memberikan petunjuk-petunjuk tentang sebab-sebab yang nyata dan yang tersembunyi yang tidak jelas kelihatan oleh kita.
Demikianlah harus kita perbuat, berdo’a disamping berusaha, selama sebab-sebab masih dapat kita usahakan. Adapun ketika kita telah lemah dan tidak sanggup lagi mengusahakan sebab, barulah kita  berserah  diri  (bertawakkal)  kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Kesimpulannya, hendaklah kita berdoa sambil berusaha, selama jalan usaha itu masih terbentang di hadapan kita dan dapat dilalui.

Makna Istighfar

Untuk mengetahui kedudukan istighfar (memohon ampun dari dosa) dalam rangkaian pembinaan Iman dan Islam, kita perhatikan firman Allah SWT di bawah ini :
“Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka, (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta`at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Q.S. Ali Imran: 15-17)

Ayat ini tegas benar menyatakan sifat-sifat orang yang taqwa kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Mereka senantiasa mempergunakan waktu sahur untuk memohon kepada Allah semoga dosa-dosanya diampuni Allah. Maka dengan ayat ini nyatalah bahwa istighfar (memohon ampun dari segala dosa), termasuk salah satu rangka dari rangkaian Iman dan Islam, yang wajib ditegakkan oleh seluruh ummat. Memang Tuhan telah memerintahkan supaya para hamba beristighfar. Diantaranya perintah-Nya yang tersebut dalam ayat-ayat di bawah ini :
“Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Q. S. Al-Muzammil: 20)
“maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Q. S. An-Nashr:3)
Kedua ayat tersebut, menegaskan bahwa di antara tugas yang diperintahkan kepada ummat untuk melaksanakannya dengan sempurna dan sebaik-baiknya, ialah tugas “beristighfar” (memohon ampun kepada Allah dari segala dosa).
Sebenarnya memohon ampun itu adalah suatu hal yang tiada perlu kiranya untuk diperintahkan, karena tiap-tiap orang yang berdosa, dengan sendirinya, harus merasa perlu untuk beristighfar itu. Akan tetapi boleh jadi oleh karena sebahagian manusia mungkin sanksi tentang boleh atau tidaknya beristighfar itu, maka untuk menghilangkan kesanksian itu, Allah memerintahkannya dengan tegas sekali. Karena itu berbahagialah kiranya orang yang dapat mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.
Pengertian Istigfar
Istighfar itu ialah  : “Menundukkan jiwa, hati dan pikiran kepada Allah seraya memohon ampun dari segala dosa.” Demikianlah pengertian istighfar. Maka dengan memperhatikan pengertian istighfar itu, nyatalah bagi kita bahwa hanya semata-mata menyebut dengan lisan kalimah-kalimah Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah tidaklah ada gunanya, jika tidak disertai oleh hati dan pikiran yang bulat hendak beroleh ampunan dari Allah. Oleh karena itu, hendaklah istighfar itu dilakukan bersama-sama oleh lisan yang mengucapkannya dan oleh jiwa yang benar-benar tunduk dan harap akan beroleh ampunan.
Letak Istighfar
Istighfar itu letaknya sesudah bertaubat. Oleh karena itu hendaklah seseorang yang hendak memohon ampun dosanya, melaksanakan lebih dahulu faktor-faktor yang tersebut di bawah ini yaitu :
a.  Mencabut diri dari maksiat (meninggalkan maksiat).
b.  Menyesali perbuatan maksiat yang telah terlanjur dikerjakan.
c.  Bercita-cita tidak akan kembali melakukannya.
Sesudah yang tersebut itu dikerjakan dengan sejujurnya, barulah ia mempergunakan kesempatan istighfar itu. Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Q.S. Thaahaa: 82)

Tempat Dan Waktu Istighfar
Rasulullah SAW telah menunjukkan kepada kita tempat-tempat dan masa-masa beristighfar. Maka seyognyalah kita menjaga tempat-tempat dan masa-masa itu, semoga apabila kita beristighfar, diperkenankan Allah juga hendaknya. Maka tempat-tempat dan masa-masa istighfar itu, ialah sebagai diterangkan di bawah ini :
a. Sepanjang hari, sepanjang malam.
Rasulullah SAW bersabda : “Bertaubatlah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya aku sendiri bertaubat kepada-Nya tiap-tiap hari seratus kali.”
b. Sesudah mengerjakan suatu dosa.
Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah ada seseorang hamba yang ddosa, kemudian ia segera berwudhu’ sebaik-baiknya, sesudah itu mengerjakan sembahyang dua rakaat kemudian ia memohon ampun kepada Allah atas perbuatan dosanya itu melainkan Allah akan mengampuninya.” (H. R. Abu Daud)
c. Ketika hendak meninggalkan suatu majelis.
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa duduk di dalam suatu majelis, dan terjadi di dalamnya kesibukan-kesibukan pembicaraan, lalu sebelum ia bangun hendak meninggalkan majelis itu ia membaca : “Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu anla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaika”. (Maha Suci Engkau wahai Tuhanku, seraya memuji Engkau, aku mengakui bahwa tak ada Tuhan yang sebenarnya berhak disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada Engkau dan aku bertobat kepada Engkau), niscaya Allah menutup dosanya yang terjadi di dalam majelis itu.” (H. R. At-Turmudzi)
d. Di kala sahur.
Rasulullah SAW bersabda : “Tuhan kita turun ke langit dunia pada tiap-tiap malam, yaitu waktu sepertiga yang akhir dari malam, seraya berfirman : Siapakah yang akan berdoa niscaya Aku perkenankan dan siapakah yang akan meminta, niscaya Aku memberinya dan siapakah yang akan meminta ampun niscaya Aku ampuni ?” (H. R. Muslim)
e. Di kala hendak tidur.
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa membaca Astaghfirullaha‘lladzi laa ilaha illa huwa’l haiyu‘l qayyuum wa atuubu ilaihi. (Aku memohon ampun kepada Allah, yang tidak ada Tuhan selain-Nya, lagi berdiri sendiri dan aku bertobat kepada-Nya), tiga kali, niscaya diampunilah segala dosa-dosanya.” (H. R. At Turmudzi)
f. Disaat keluar dari WC.
Disaat  keluar dari WC, Rasulullah SAW selalu membaca Ghufraanaka (Aku memohon ampunan Engkau wahai Tuhanku). (H. R. Ibnu Majah)
g. Pada permulaan wudhu’ atau di pertengahannya.
h. Setelah selesai berwudhu’.
i. Ketika terbenam matahari.
j. Ketika masuk ke dalam masjid.
k. Ketika keluar dari masjid.
l. Sesudah bertakbiratu’l ihram.
m. Ketika ruku’, sujud, i’tidal, duduk antara dua sujud, dan sesudah tasyahud akhir.
n. Sesudah memberi salam di akhir sholat.
o. Ketika sholat jenazah. Yaitu memohon ampun untuk jenazah.
p. Sesudah menguburkan mayat. Yaitu memohon ampun untuk mayat yang telah dikuburkan itu.
Rasulullah SAW bersabda : “Mohonlah ampun kepada Allah untuk saudaramu yang telah dikuburkan ini dan mohonlah pula keteguhan dalam menjawab soal yang ditanyakan kepadanya karena dia sekarang sedang ditanyai.” (H. R. Abu Daud)
q. Ketika berjumpa dengan teman sejawat.
Rasulullah SAW bersabda : “Apabila berjumpa dua orang Muslim, kemudian keduanya berjabat tangan, sama memuji Allah dan sama memohon ampun kepada Allah, niscaya diampuni Tuhan kedua-duanya.”
“Apabila engkau berjumpa dengan seseorang yang baru pulang dari haji, ucapkanlah salam kepadanya dan jabatlah tangannya, kemudian mintalah kepadanya supaya ia memohon ampun untukmu kepada Allah sebelum ia masuk ke rumahnya, maka sesungguhnya permohonannya itu akan dikabulkan Tuhan.” (H. R. Abu Daud)
r. Ketika gerhana matahari.
Rasulullah SAW bersabda : “Maka apabila kamu melihat gerhana, segeralah kamu menyebut nama Allah, berdoa kepada-Nya dan memohon ampun.” (H. R. Bukhary)
s. Di akhir khutbah.
t. Ketika ditimpa kegundahan dan kegelisahan.
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa membiasakan beristighfar kepada Allah, maka Allah melapangkan kesempatan mereka dan melenyapkan kegelisahan mereka.” (H. R. Abu Daud dan Ibnu Majah)
u. Ketika minta hujan.
Firman Allah SWT :
“maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, –sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun–, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Q.S. Nuh: 10-12)
Kalimah-Kalimah istighfar
Di antara bentuk-bentuk kalimah istighfar yang sering diucapkan sebagai berikut :
a.  Astaghfirullah, Astaghfirullah (Saya memohon ampun kepada Allah, saya memohon ampun kepada Allah)”.
b.  Astaghfirullahal’adhim (Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung)”.
c.  Astaghfirullahal’adhim wa atuubu ilaih (Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung dan bertobat kepada-Nya)”.
d.  Astaghfirullahal’adhim minkulli dzanbin wa atuubu ilaih (Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung dari segala dosa dan bertobat kepada-Nya)”.
e.  Astaghfirullahal’adhim alladzii laa ila ha illa huwal hayyuul qayyuum wa atuubu ilaih (Saya mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung yang tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan saya bertobat kepada-Nya)”.
f.   Allahummaghfiratuka awsa’u min dzunuubi wa rahmatuka arjaa min ‘amalii (Wahai Tuhanku, ampunan Engkau sesungguhnya lebih luas dari dosa-dosaku, dan rahmat Engkau lebih kuharapkan dari amalku sendiri).”
g.  Rabbighfirlii wa tub ‘alayya innaka antatawwaabur rahiimWahai Tuhanku, ampunilah kiranya aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Tuhan yang maha menerima taubat lagi maha pengasih).” (
h.  Allahumma anta Rabbi Laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa ana abduka wa ana ‘aala ahdika wa wa’dika – Mastatho’tu A-‘uudzubika minsyarrimaa shona’tu abuu-ulaka bini’matika ‘alayya wa abuu-‘u bidzambii faghfirlii fainnahu Laa yaghfirudz-dzunuu-ba illa anta (Wahai Tuhanku, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan yang berhak kusembah kecuali hanya Engkau sendiri. Telah Engkau jadikan aku dan aku ini adalah hamba-Mu, dan aku ini senantiasa di dalam genggaman dan ketetapan-Mu. Tidak adalah kesanggupan sedikit juapun padaku, aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan-kejahatan apa yang telah kulakukan. Aku menyadari akan segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan aku tahu pula akan dosaku, maka ampunilah kiranya aku, karena sesungguhnya tiadalah yang mengampuni dosaku itu hanya Engkau.”
Kalimat istighfar pada point h disebut oleh Rasulullah sebagai Penghulu Istighfar (Sayyidul Istighfar). Itulah beberapa bentuk kalimat istighfar namun masih banyak lagi yang lainnya.
Keutamaan istighfar
Agar para ummat gemar untuk beristighfar, maka Allah telah menerangkan fadhilah (keutamaan-keutamaan) istighfar itu di dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur’an :
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. “ (Q.S. Huud: 3)
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.”(Q.S. Ali ‘Imran: 135)
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An Nisaa’: 110).
Dari ayat-ayat tersebut di atas, nyatalah bagi kita bahwa Allah akan memberikan kenikmatan bagi orang-orang yang suka memohon ampun kepada Allah terhadap segala dosanya. Dan diantara sifat-sifat orang Mu’min yang terpuji, yang dapat juga kita kutip dari ayat-ayat itu adalah segera mengingat Allah jika pada suatu waktu terperosok ke dalam perbautan dosa dan tidak membiarkan diri terlalu lama terapung-apung di dalamnya, tetapi segera memohon ampunan kepada-Nya.
Dan dengan ayat-ayat itu Allah menerangkan juga bahwa Dia bersedia menerima permohonan hamba-hamba-Nya itu.
Kita perhatikan pula pesan-pesan Rasulullah SAW yang berkenaan dengan istighfar ini :
a. “Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah melepaskan tiap-tiap kegundahan mereka, melepaskan tiap-tiap kesempitan mereka dan memberinya rezki secara tak terduga-duga.” (H. R. Abu Daud).
b. “Bahwasanya orang Mu’min apabila berdosa dengan sesuatu dosa, timbullah suatu titik hitam di hatinya. Jika ia tobat, menjauhkan diri dari dosa itu seraya memohon ampun, maka licinlah hatinya itu kembali. Tetapi jika ia menambah dosa-dosanya, hatinyapun bertambah hitam hingga seluruhnya menjadi gelap. Itulah yang menutupi hati, telah diterangkan Allah di dalam kitab-Nya : Tidak, sekali-kali tidak, sebenarnya hati mereka telah ditutupi oleh dosa-dosa yang mereka lakukan.” (H. R. an Nasaiy)
c. “Bahwasanya hatiku sering benar tertutup : karena itu aku selalu memohon ampun kepada Allah setiap hari seratus kali.” (H. R. Muslim)
d. “Apabila berdosa seseorang hamba, lalu segera mengucapkan : Allahummaghfirlii (Wahai Tuhanku, ampunilah kiranya dosaku), berkatalah Allah : Hambaku telah berdosa, tapi ia tahu bahwa Tuhannya akan menyiksanya lantaran dosa dan memberi ampun terhadap dosanya itu. Hambaku berbuatlah engkau apa yang engkau kehendaki dari amalan-amalan yang baik, Aku telah mengampuni dosamu.” (H. R. Al Bukhary Muslim)
Dari sekumpulan hadits mengenai soal istighfar dapat diambil kesimpulan, bahwa faedah-faedah istighfar adalah sebagai berikut :
  1. Memperoleh keutamaan dari pada Allah dan anugerah-Nya.
  2. Meruntuhkan tipu-daya iblis dan menghancurkan kesesatan-kesesatan yang disuruhkannya.
  3. Menegaskan bahwa tiap-tiap sesuatu itu hanya hasil dari iradat Allah jua.
  4. Menawarkan hati yang gundah karena dosa.
  5. Menghilangkan kesusahan, meluaskan rezeki dan memenuhi hajat.
  6. Memperoleh bagian yang tertentu dari pada Allah, lantaran beristighfar itu.
  7. Mensucikan diri dari kesalahan.
  8. Mencegah malaikat menulis kesalahan. Apabila seseorang hamba berdosa, berhentilah malaikat seketika dari menulis kesalahan itu di dalam buku catatan amalan orang, menanti-nanti kalau-kalau orang itu segera beristighfar ketika itu juga. Maka jika benar yang berdosa itu beristighfar, tiadalah jadi ditulis dosanya itu.
  9. Membersihkan hati dari lalai dan melicinkan hati dari kelupaan.
  10. Mendekatkan diri kepada Allah.
  11. Mewujudkan kemuliaan Allah dan menyeru-Nya dengan nama-nama-Nya yang husna.
  12. Mengkafarahkan sepuluh dosa.
  13. Menjadi sebab diterima tobat dan memperoleh “husnul khatimah”.
  14. Memperoleh keselamatan kesejahteraan.
  15. Istighfar anak kepada orang tuanya akan mengangkat derajat orang tuanya ke dalam surga. Rasulullah SAW bersabda : “Bahwasanya Allah mengangkat derajat seseorang hamba-Nya di dalam surga, maka si hamba itu bertanya : dari manakah saya memperoleh derajat ini, ya Tuhanku ? Allah menjawab : “Derajat ini kamu peroleh dari istighfar yang dilakukan oleh anakmu.” (H.R. Ahmad)
Demikianlah faedah-faedah istighfar yang telah diterangkan oleh beberapa hadits Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman :
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (Q.S.Thaahaa:123–127)
Disukai mengulang-ulangi istighfar tiga kali, sebagaimana  seperti doa. Diberitakan oleh Ibnu Mas’ud ujarnya : “Adalah Nabi SAW suka sekali mengulang-ulangi istighfar dan doanya, tiga kali tiga kali.” (H. R. Abu Daud)

Sayyidina Hasan Bin Sayyidina Ali RA

MUKADDIMAH Orang yang arif bijaksana akan mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah dimasa lalu. Sejarah dunia telah membuktikan bahawa siapa yang memperoleh kekuasaan dengan cara yang salah, yaitu dengan cara menipu, zalim, mengikut hawa nafsu, meskipun pada mulanya dia berjaya tetapi akhirnya dia akan menerima segala akibat perbuatannya sendiri, contohnya sungguh banyak dalam sejarah dunia.
.
Demikian pula dalam sejarah Islam, apa yang terjadi terhadap diri para tokoh sejarah Islam, terutama terhadap derita sengsara para Ahlul Bait (keluarga Nabi SAW yang terdekat) semoga dapat dijadikan suri teladan bagi kita semua, terutama kepada kita umat Islam, supaya kita memperoleh kejayaan dalam segala bidang serta mendapat rahmat, barakah kerana dalam keredhaan Allah SWT.
.
DIBESARKAN DALAM ASUHAN RASULULLAH S.A.W.
Riwayat hidup Saidina Hasan bin Abi Thalib r.a. dapat kita jadikan suri teladan yang baik bagi kita semua. Semenjak kelahirannya iaitu pada hari Khamis, 7 Safar 49 H hingga berusia tujuh tahun, Saidina Hasan Cucu Rasulullah SAW ini telah mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah SAW. Demikian eratnya hubungan Rasulullah SAW dengan Saidina Hasan, sehingga selalulah Saidina Hasan diajak oleh Datuknya bersama-sama pergi ke Masjid atau ketempat-tempat penting lainnya. Kasih sayang dan bimbingan serta asuhan yang diberikan Nabi SAW terhadap cucundanya itu, telah menjadikan peribadi Saidina Hasan dikenal sebagai seorang yang soleh, cerdas, peramah, murah hati, pemberani, berpengetahuan luas dan cintakan perdamaian.
.
Hasan dan Husein adalah kecintaan Nabi SAW dan Nabi SAW memanggil kedua-kedua cucunya itu sebagai anak-anaknya, hal ini jelas disebutkan dalam al-Quranul Karim ketika terjadi satu peristiwa yang terkenal dengan ‘Mubahalah’ (cara Nabi SAW menghadapi Nasrani bani Najran untuk mencari kebenaran. Nabi SAW bersedia bermubahalah, yakni masing-masing pihak bersedia untuk mendapat laknat Allah andaikata mereka berdusta. Akan tetapi Nasrani Najran khuatir mereka ditimpa laknat Allah, maka mereka tidak bersedia bermubahalah.)
.
Ketika itu Nabi mengajak kedua-dua cucunya yaitu Hasan dan Husein, ikut serta ayahanda mereka Saidina Ali bin Abi Thalib k.w.j. dan ibunda mereka Fatimah Az-Zahra r.a. Dalam ayat al-Quran surah Ali Imran ayat 61, Allah berfirman: “Kemudian sesiapa yang membantahmu (wahai Muhammad) mengenainya, sesudah engkau beroleh pengetahuan (yang benar) maka katakanlah kepada mereka: “Marilah kita memanggil anak-kami dan anak-anak kamu, dan perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kamu, dan diri kami dan diri kamu, kemudian kita memohon (kepada Allah) dengan bersungguh-sungguh, serta kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang berdusta.”
.
Nabi SAW juga bersabda: “Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka) kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka“.
Alhamdulillah sehingga hari ini, dan berakhirnya dunia ini, dimana-mana masjid yang besar ataupun kecil di seluruh dunia Islam, apapun Mazhab mereka, semuanya tidak lupa mendoakan kepada keluarga dan keturunan Rasulullah SAW.
Memang sudah sepatutnya kita mendoakan mereka yang telah berjuang dan berbakti dalam menegak, mempertahan dan mengembangkan Islam ke seluruh pelosok dunia, apalagi Nabi SAW tidak mengharapkan apa-apa upah atau balasan jasa terhadap segala pengorbanan yang telah Baginda berikan, hanya saja Baginda mengharapkan supaya umatnya berbuat baik kepada kerabatnya. Allah berfirman yang bermaksud: “Katakanlah: Aku tidak meminta upah dari kalian atas (penyampaian risalah ini) selain kasih sayang dalam kekeluargaan”. (QS as-Syura:23)
.
Saidina Hasan dikenal sebagai orang yang selalu bersujud dan sangat khusyuk dalam solatnya, di kala solat pipinya basah dengan air mata dan wajahnya pucat kerana takut kepada Allah SWT. Saidina Hasan dikenal sebagai orang yang tidak segan untuk duduk dengan orang miskin, pengemis dan gelandangan, dan bersedia menjawab pertanyaan mereka apa-apa pertanyaan berkenaan dengan Islam. Berkat asuhan dan didikan Datuknya (Rasulullah SAW), Saidina Hasan membesar menjadi seorang dewasa yang mempunyai akhlak dan budi pekerti yang mulia dan berwibawa.

DIBESARKAN DALAM ASUHAN AYAHANDANYA ALI BIN ABI THALIB K.W.J.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, selama masa tiga puluh tahun, Saidina Hasan berada dalam asuhan dan didikan ayahandanya, Saidina Ali bin Abi Thalib k.w.j sehingga ayahandanya syahid terbunuh dengan pedang beracun yang ditikam oleh Abdurrahman bin Muljam. Setelah wafat Saidina Ali, maka Saidina Hasan dipilih oleh umat Islam ketika itu sebagai pengganti Khalifah Ali bin Abi Thalib k.w.j.
.
HALANGAN DAN RINTANGAN DARI MUAWIYAH BIN ABI SUFYAN
Sayang sekali Muawiyah bin Abi Sufyan terus menerus mengganggu Pemerintahan Sayyidina Hasan. Berbagai angkara dibuatnya, kerana inginkan kekuasaan Khalifah beralih ke tangannya. Tak henti-hentinya ia menyerang, sehingga banyaklah yang terbunuh di kedua pihak. Muawiyah bin Abi Sufyan mengirim perutusan kepada Sayyidina Hasan. Perutusan ini terdiri daripada Abdullah bin Amir, bekas penguasa di Basrah (ketika Khalifah Othman) dan Abdul Rahman bin Samurah. Perutusan Muawiyah itu menawarkan perdamaian kepada Saidina Hasan dan mendesak supaya menerima perdamaian tersebut.
.
Untuk menghindari pertumpahan darah sesama Muslimin, maka Saidina Hasan menerima baik tawaran perdamaian dari Muawiyah. Saidina Hasan mengirim dua orang utusan kepada Muawiyah iaitu Amr bin Salamah al-Hamdani dan Mohammad bin al-Asy’at al-Kindiy, untuk memperoleh kebenaran tentang tawaran Muawiyah dan juga untuk menyampaikan pendirian Saidina Hasan sendiri. Kepada kedua-dua utusan Saidina Hasan itu Muawiyah menyerahkan sepucuk surat yang isinya sebagai berikut:
.
Bismillahirrahmanirrahim,
Surat ini untuk Hasan bin Ali k.w., dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Aku mengajak anda berdamai atas dasar janji bahwa sepeninggalanku kekhalifahan adalah menjadi hak anda. Dibawah kesaksian Allah SWT kepada anda aku berjanji, berdasarkan mitsaqNya dan dengan kesaksian umat RasulNya Muhammad SAW. Tidak ada yang lebih keras dituntut oleh Allah s.w.t. daripada seorang hambanya selain kewajiban memenuhi perjanjian yang mengikat yang telah dinyatakan. Aku tidak berniat untuk menjerumuskan anda ke dalam bencana dan marabahaya. Aku berjanji akan memberi anda setiap tahun satu juta dirham dari Baitulmal. Aku berjanji pula akan menyerahkan kepada anda hasil pemasukan kharaj dari dua daerah di Parsi yaitu Yasa dan Dara Bajrad. Anda dapat mengirim pegawai anda ke dua daerah itu dan di sana anda dapat berbuat apa saja menurut kehendak anda sendiri. Janjiku ini disaksikan oleh Abdullah bin Amir, ‘Amr bin Salamah al-Kindiy.
Ditulis pada bulan Rabiulakhir tahun empat puluh satu Hijrah
.”
.
Oleh kerana Saidina Hasan seorang yang berjiwa lembut dan ingin melihat Umat Islam kembali bersatupadu dibawah satu pimpinan, maka surat Muawiyah tersebut dijawab oleh Saidina Hasan yang meminta jaminan keselamatan bagi semua orang, dan Saidina Hasan menuliskan: “Inilah syarat perdamaian yang dijanjikan oleh Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Hasan akan menyerahkan kepada Muawiyah pemerintahan kaum muslimin atas dasar syarat, Muawiyah akan bekerja sesuai dengan Kitabullah, Sunnah RasulNya dan dasar politik para khalifah yang solih. Juga atas dasar syarat Muawiyah tidak akan menunjuk siapapun juga sebagai Khalifah penerusnya setelah ia meninggal dunia. Soal kekhalifahan akan dipecahkan melalui musywarah, dan semua orang dijamin keselamatan jiwanya, harta bendannya dan segenap anggota keluarganya. Muawiyah tidak akan bermaksud jahat terhadap Hasan bin Ali, baik secara tertutup ataupun secara terang-terangan, dan dia tidak mengancam ataupu menakut-nakuti seorangpun dari para pengikut Hasan.
.
Disaksikan oleh Abdullah bin Harith dan Amr bin Salamah. Teks yang ditulis oleh Hasan sendiri itu diserahkan kepada Muawiyah oleh Abdullah al-Hariths untuk diketahui oleh Muawiyah dan siapa saja daripada kalangan pengikutnya.
(Sila rujuk dalam buku yang berjudul ‘Fitnah terbesar dalam sejarah Islam‘ oleh Taha Husain: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1990, ms. 602-604).
.
Bagi Muawiyah, semua syarat-syarat tersebut pada mulanya dipersetujuinya, semua syarat-syarat tersebut bukanlah suatu perkara yang penting baginya, baginya asalkan sahaja dia dapat berkuasa sepenuhnya dan semua orang tunduk dibawah kekuasaanya, itulah yang dicita-citakan. Ternyata kemudian Muawiyah bin Abi Sufyan mengingkari seluruh isi perjanjian itu, terutama terhadap ahlul bait, berbagai perbuatan khianat dan jahat telah dilakukannya. Allah Maha kuasa dan Maha adil, sesiapa berbuat jahat, maka akhirnya kejahatan itu akan menimpa dirinya sendiri.
.
Setelah menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah, maka Saidina Hasan dan keluarganya kembali ke Madinah dan menetap disitu sehingga beliau berpulang ke rahmatullah, pada hari Khamis, 7 Safar tahun 49 H, dalam usia 47 tahun. Ketika Saidina Hasan wafat (menurut sejarah diracun oleh orang suruhan Muawiyah bin Abi Sufyan), adiknya Saidina Husin r.a. bersama ramai kaum Muslimin ingin mengebumikannya dekat pusara datuknya (Nabi Muhammad SAW) tetapi sayang telah mendapat gangguan dan halangan dari beberapa pihak yang tidak bersetuju Saidina Hasan dikebumikan didekat maqam datuknya, dengan adanya hujan panah keusungan Saidina Hasan r.a. Akhirnya jenazah Saidina Hasan dimakamkan di Jannatul Baqi.
.
Saidina Hasan telah lama wafat, telah lama meninggalkan kita umat Islam. Meskipun demikian segala pengorbanan dan perjuangannya, akan tetap menjadi kenangan abadi bagi kita semua. Di samping itu berbagai mutiara Hikmah juga boleh menjadi panduan bagi mereka yang arif bijaksana, antara lain beliau berkata:
* Ajari manusia tentang bidang ilmu yang kau kuasai, dan belajarlah selain dari selainmu, dengan demikian kamu membenahi ilmumu atau justeru mendapat ilmu baru yang belum engkau ketahui.
* Persaudaraan yang sejati adalah tetap setia menemani di kala duka dan gembira.
* Orang yang rugi (kepapaan) adalah membiarkan bahagianmu berlalu padahal telah ditawarkan kesempatan kepadamu.
* Orang dermawan, iaitu orang yang memberi sebelum diminta.
* Kebaikan itu adalah ketika memberi tanpa didahului permintaan dan tidak diikuti ungkitan.
* Kehancuran manusia ada dalam tiga perkara: Kesombongan, ketamakan serta sifat hasad (dengki). Kesombongan menyebabkan hancurnya agama, dan kerananya iblis dilaknat. Rasa tamak adalah musuhnya jiwa, dan kerananya Adam dikeluarkan dari surga. Hasad dengki adalah pusat kejelekan yang kerananya Qabil membunuh Habil.
* Kesempatan itu cepat hilangnya dan lambat untuk terulang kembali.
* Kerabat itu adalah orang didekatkan oleh rasa cinta, walaupun ia jauh dari sisi nasabnya.
* (Kamu akan) tercela, ketika kamu tidak mensyukuri nikmat.
*Ketahuilah bahawa siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari fitnah, akan meluruskan setiap perkaranya, akan menyiapkan baginya jalan kebaikan, akan menguatkan hujahnya atas lawan-lawannya, menjernihkan wajahnya, dan akan menuruti keinginannya bersama orang-orang yang telah Allah berikan nikmat atas mereka seperti para nabi, para siddiqin dan para syuhada serta solihin
(Dipetik dari buku karangan Fatih Guven, terjemahan Hasyim Al-Habsyi, terbitan yayasan Islam Al-Baqir, 1995)

Rahasia Amalan Shalawat

Fatwa sayyid Abdur-Rahman bin Musthofa Al-Idrus 

Al-Allamah sayyid Abdurrohman bin musthofa Al-Idrus ( tinggal di mesir ), menyatakan (dalam penjelasan Beliau tentang sholawatnya sayyid Ahmad Al-Badawi.
Komentar ini di tulis dalam kitab yang berjudul ”Miraatu Al-Syumus fi manaqibi Aali Al-Idrus “):

bahwa di akhir zaman nanti, ketika sudah tidak di temukan seorang murobbi (Mursyid) yang memenuhi syarat, tidak ada satu pun amalan yang bisa mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat) kepada Allah kecuali bacaan Sholawat kepada Nabi SAW, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga.
Kemudian setiap amalan itu mungkin di terima dan mungkin juga di tolak kecuali bacaan sholawat kepada Nabi SAW yang pasti di terima, karena memuliakan kepada Nabi Sayyid Abdur Rohman meriwayatkan keterangan tersebut berdasarkan kesepakatan ulama’. Ketahuilah sesungguhnya para ulama’ telah sepakat atas diwajibkannya
membaca “Sholawat dan Salam” untuk Baginda Nabi SAW. Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai “kapan” kewajiban itu harus dilaksanakan?.

Menurut Imam Malik, cukup sekali dalam seumur. Menurut Asy-Syafi’i, wajib dibaca pada tasyahud akhir dalam sholat fardhu. Menurut ulama’ lainnya, wajib dibaca satu kali dalam setiap majlis. Ada juga ulama’ yang berpendapat, wajib dibaca setiap kali mendengar nama nabi disebut. Dan ada juga yang mengatakan wajib untuk memperbanyak sholawat, tanpa di batasi bilangan tertentu.

Secara umum, membaca sholawat kepada nabi, merupakan hal yang agung dan keutamaannya pun sangat banyak. Membaca sholawat, merupakan bentuk ibadah, yang paling utama dan paling besar pahalanya. Sampai-sampai sebagian kaum “arifin”, mengatakan :
“sungguhnya sholawat itu, bisa mengantarkan pengamalnya untuk ma’rifat kepada Allah, meskipun tanpa guru spiritual ( mursyid )” . Karena guru dan sanadnya, langsung melalui Nabi. Ingat ! setiap sholawat yang dibaca seseorang selalu diperlihatkan kepada beliau dan beliau membalasnya dengan do’a yang serupa ( artinya nabi tahu siapa saja yang membaca sholawat kepada beliau dan nabi menjawab sholawat dengan do’a yang serupa kepada pembacanya tadi ).
Hal ini berbeda dengan dzikir-dzikir ( selain sholawat ) yang harus melalui bimbingan guru spiritual/mursyid, yang sudah mencapai maqom ma’rifat. Jika tidak demikian, maka akan dimasuki syaithon, dan pengamalnya tidak akan mendapat manfaat apapun”.